Aisyah Ra



Kisah Ketegaran Terhadap Fitnah

Aisyah Ra adalah puteri Abu Bakar ash Shiddiq Ra (Abdullah bin Quhafah bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Tamim bin Marrah bin Ka’ab bin Luay). Keluarganya berasal dari kabilah Quraisy at Tamiyah al Makkiyah. Ia termasuk wanita yang banyak meriwayatkan hadis Rasulullah Saw dan satu-satunya istri Nabi Saw yang bukan janda. Ketentuan Allah Swt tentang Aisyah Ra sebagai Isteri Nabi Swt langsung disampaikan jibril As Seperti disebut dalam hadis berikut :

“ Sesungguhnya Jibril datang membawa gambarannya (Aisyah Ra) kepada sepotong sutera hijau kepada Nabi Saw, lalu berkata, “ ini adalah isterimu di dunia dan di akhirat.” (HR Shahihain).            
 Aisyah Ra pun termasuk orang yang menjadi alasan turunnya ayat Alquran yang dilatarbelakangi kisah haditsul ifqi. Di dalam kisah itu, nyatalah sikap dan sifat Aisyah Ra terhadap ujian yang menimpa dirinya. Kisahnyapun mengingatkan kita pada kisah Maryam meskipun tidak dapat disamakan secara mutlak.
Di dalam riwayat Imam Bukhari, Aisyah Ra berkata, “ Biasanya jika Rasulullah Saw hendak melakukan suatu perjalanan jauh, beliau mengadakan undian diantara para isterinya. Isteri yang menang undian, sialah yang berhak ikut mendampingi Rasulullah Saw pada perjalanan itu.
Pada suatu ketika, Rasulullah Saw mengundi kami untuk ikut mendampingi beliau dalam peperangan yang dipimpin beliau sendiri. Aku beruntung karena undianku yang keluar. Oleh karena itu, akulah yang berhak pergi bersama beliau. Peristiwa itu terjadi setelah turun ayat hijab. Kemudian, aku dinaikkan ke dalam sebuah sekedup dan diturunkan dalam setiap perhentian (tanpa keluar dan sekedupnya hanya di turun – naikkan )
setelah perang selesai, Rasulullah Saw beserta rombongan pulang kembali ke Madinah (membawa kemenangan).
Beberapa saat sebelum tiba di Madinah, beliau memberikan izin kepada seluruh pasukan untuk istirahat malam. Ketika istirahat itu, aku keluar dari sekedup dan berjalan menjauhi pasukan untuk buang hajat. Setelah selesai buang hajat, aku segera kembali ke pasukan. Saat kuraba dadaku, ternyata kalungku yang terbuat dari pemata zhafar buatan Yaman telah jatuh. Aku pun kembali mencari kalungku sehingga terlambat kembali kepasukan.
Adapun para pengawal yang bertugas menjagaku selama dalam perjalanan telah mengangkat sekedupku dan menaikkannya ke atas punggung unta yang ku kendarai (mereka mengira aku sudah ada di dalam). Lalu mereka berangkat. Berat badanku sangat ringan sehingga ketika aku dalam sekedup, para pengawal tidak akan merasa lebih berat mengangkat sekedup itu. Ketika itu, aku masih perempuan yang muda usia. Mereka terus berjalan mengiring untaku (tanpa diriku). Aku mendapatkan kalungku kembali setelah pasukan berjalan agak jauh. Ketika aku sampai di tempat peristirahatan, kudapati disana telah sepi. Keputusanku untuk tetap menunggu di tempat semula. Aku pikir, jika rombongan tidak menemuiku, tentu mereka akan kembali mencariku.
Ketika aku duduk menunggu mereka di tempat itu, aku mengantuk dan tertidur, kebetulan Shafwan bin Mu’aththal as Sulami adz Dzakkwani ketinggalan rombongan pula. Dia melewati tempatku menunggu. Ketika melihat sesosok tubuh yang sedang tidur, ia pun mengenaliku saat melihatku. Ia memang sudah pernah melihatku sebelum ayat hijab turun. Aku terbangun ketika ia dengan terkejut mengucapkan kalimat istirja’ (innalillahi wa inna ilaihi raajiuun)  setelah mengetahuiku. Akupun segera menutup mukaku dengan jilbab (kain penutup muka).
Demi Allah aku tidak mengucapkan sepatah katapun kepadanya dan ia pun tidak mengatakan sepatah kaapun kepadaku selai kalimat istirja’ yang membuat aku terbangun. Ia segera menyuruh untanya merunduk sebagai isyarat mempersilahkan aku menaikinya. Adapun ia sendiri berjalan kaki menuntun untanya sampai pasukan tersusul ketika mereka berhenti untuk beristirahat dari terik panas matahari. Sungguh celakalah orang yang sengaja membuat fitnah terhadap diriku mengenai peristiwa itu. Pelopornya adalah Abdullah bin Ubay bin Salul.
Urwah (rawi hadis ini) bekata, “ Aku dengar ia adalah orang yang menyebarluaskan dan membicarakan berita bohong itu.” Ia berkata pula, “ Tidak disebutkan pula orang – orang yang terlibat dalam berita bohong itu kecuali Hasan bin Tsabit, Misthah bin Utsatsah, dan Hamnah binti Jahsyi dan beberapa orang lagi yang tidak aku ketahui. Akan tetapi, tokoh utamanya tetap Abdullah bin Ubay bin Salul.” Urwah meneruskan ceritanya bahwa Aisyah Ra sangat membenci celaan Hasan bin Tsabit yang berkata.
“Sunggu! Bapakku, kakekku, dan diriku Rela menjadi tameng kehormatan Muhammad.”
Aisyah Ra berkata, “Setelah kami tiba di Madinah, aku jatuh sakit sebulan lamanyua sementara itu. Di masyarakat telah tersebar kabar bohong tentang diriku. Aku tidak tahu sedikitpun bahwa berita itu telah menyebar sedemikian rupa. Namun, ada satu hal yang membuatku bimbang. Sikap Rasulullah Saw tidak lagi memperlihatkan kasih sayang seperti biasanya ketika aku sedang sakit.” Beliau hanya datang menengokku. Setelah mengucapkan salam, beliau bertanya, “ Bagaimana keadaanmu?”  setelah itu, beliau pamit itulah yang membuatku bimbang.
Aku tidak tahu sama sekali tentang berita bohong mengenai diriku sampai pada suatu hari Ummu Misthah ke lapangan di pinggir kota buang hajat. Kami tidak pergi kesana, kecuali hanya pada malam hari. Hal itu terjadi sebelum kami membuat tempat tertutup di sekitar rumah kami. Memang, sudah menjadi kebiasaan orang Arab masa dulu jika buang hajat pergi ke lapangan di pinggir kota. Mereka mereasa jijik membuat tempat tertutup (WC) di sekitar rumah mereka.
Beliau melanjutkan kisahnya. “Aku pun berangkat bersama Ummu Misthah dan ia adalah puteri Ruhma bin Misthahbin Muthalib bin abdul manaf.” ibunya puteri Shakar bin Amir,paman Abu Bakar ash Shidiq. Anak lelakinya adalah Misthah bin Utsatsah bin Abbad bin Muththalib. Ketika kami pulang setelah buang hajat, sandal Ummu Misthah tersangkut, lalu menyumpah, “celakalah si Misthah!”
Akupun menegurnya,”Tidak baik berkata begitu.Bukankah engkau memaki orang yang ikut dalam Perang Badar?”
Ummu Misthah menjawab, “ Alangkah bodohnya engkau!” Apakah engkau tidak mendengar perkataannya?”
Akupun bertanya?, apa yang dikatakannya?
“Ia mengabarkan kepadaku omongan (haditsul ifqi) tukang-tukang fitnah (yang memburuk-burukkan dirimu).” Semenjak aku mendengar kabar dari Ummu Misthah itu, sakitku semakin menjadi-jadi.
Ketika aku pulang, Rasulullah Saw memberi salamkepadaku. Beliau bertanya, “Bagaimana keadaan sakitmu?”
Kemudian aku bertanya kepadanya,” Bolehkah aku pulang kerumah orang tuaku?” Sebenarnya, aku hendak menanyakan tentang berita kepada kedua orangtuaku. Rasulullah Saw punmengizinkan.


Aku bertanya kepada ibuku, “Wahai Ibu! Apa yang sedang ramai dibicarakan orang?”
Ibuku menjawab,”Anakku, sayang!” jangan engkau hiraukan berita itu. Demi Allah! Jarang sekali wanita cantik yang disayangi suaminya kecuali banyak fitnah baginya.”
“Subhanallah!” kataku. “Benarkah orang-orang ramai membicarakan hal itu?”
Setelahitu, aku menangis semalamam, air mataku berderai dan tidak kuasa aku tahan. aku pun tidak dapat tidur. Hingga subuh menjelang, aku masih terus menangis. sementara Rasulullah Saw memanggil Ali bin Abi Thalib Ra dan Usamah bin Zaid Ra untuk bermusyawarah dengan mereka. waktu itu wahyu terhenti. Beliau bermusyawarah dengan keduanya tentang kemungkinan menceraikan aku atau tidak. Usamah bin Zaid Ra menyatakan pendapatnya bahwa ia tahu benar semua isteri Rasulullah Saw suci (setia) dan mereka semua mencintai Rasulullah Saw seraya berkata, " Mereka adalah para isteri Anda. Aku yakin benar mereka semua adalah isteri-isteri yang setia."
Adapun Ali bin Abi Thalib Ra berkata, " Allah tidak akan mempersulit Anda. Masih banyak perempuan selain ia (Aisyah)". Jika Anda menghendaki seorang gadis, tidak ada seorangpun yang akan menolak Anda."
kemudian, beliau memanggil pula Barirah (Pembantu rumah tangga Aisyah Ra), lalu bertanya, "Wahai Barirah! Adakah kamu melihat sesuatu yang mencurigakan mengenai Aisyah?"
Barirah menjawab, "Demi Allah yang mengutus Anda membawa agama yang benar! Sungguh, aku tidak meliohat sedikit pun yang mencemarkan dirinya selain ia seorang wanita muda yang manja dan suka pergi tidur meninggalkan adonan kuenya hingga datang hewan peliharaan (kucing atau kambing) memakan adonan itu."
KEmudian Rasulullah Saw berpidato di mimbar untuk menyatakan keberatan atas tuduhan yang dipelopori Abdullah bin Ubay bin Salul. Sabda beliau, "Hai kaum muslimin! siapakah diantara kalian yang setuju dengan penolakanku atas tuduhan yang mencemarkan nama baik keluargaku? Demi Allah ! AKu yakin keluargaku bersih dari tuduhan kotor yang tidak benar itu. Mereka telah menyebut-nyebut pula seorang lelaki (Shafwan bin Mu'aththal as Sulami) yang aku yakin ia itu orang baik. Dia tidak pernah masuk ke dalam rumahku kecuali bersamaku."
Berdirilah Sa'ad bin Mu'adz Ra dari kabilah Bani ASyhal seraya berkata, "Aku membela Anda, wahai Rasulullah ! Jika tuduhan itu datang dari salah seorang suku Aus, kami akan penggal lehernya. Jika datang dari saudara-saudara kami suku Khazaraj, kami tunggu perintah Anda. Segala yang Anda perintahkan akan segera kami laksanakan."
Berdiri pula seseorang dari suku Khazraj dan Ummu Hasan, puteri pamannya. Ia adalah Sa'ad bin Ubadah Ra, pemimpin suku Khazraj. Beliau orang yang saleh, tetapi terperdaya fanatisme kesukuan. Ia berkata kepada Sa'ad bin Muadz Ra, "Engkau bohong! Dmi Allah ! Engkau tidak akan sanggup membunuhnya jika ia dari kerabatmu. Engkau pasti tidak akan membunuhnya. "
BErdiri pula Usaid bin Hudzair Ra, Anak paman Sa'ad bin Muadz Ra. Engkaulah yang bohong! Demi Allah ! Pasti kami akan membunuhnya! Engkau munafik karena engkau membela orang munafik!"
PErtengkaran antara suku Aus dan Khanzraj itu menjadi sengit. Hampir saja terjadi perkelahian diantara mereka. namun, Rasulullah Saw yang masih berdiri di mimbar dapat menenagkan mereka sehingga mereka diam.
Aisyah Ra selanjutnya berkata, " seharian kerjaku hanya menangis, Air mataku terus berderai dan aku tidak dapat tidur. selama dua malam, kedua orangtuaku terus menemaniku dan aku tidak dapat menahan tangis dan tidak tidur. Aku kira jantungku pecah karenanya. Ketika kedua orangtuaku berada disampingku. seorang wanita Anshar minta izin hendak menemuiku. Aku pun mengizinkannya masuk. Setelah masuk, iapun menagisiku (menambah kesedihanku). Sementara itu, Rasulullah Saw pun datang. BEliau memberi salam, lalu duduk disampingku. Sejak berita bohong itu tersiar, beliau tidak pernah duduk disampingku. sudah sebulan tidak turun wahyu kepada beliau yang menjelaskan perkaraku."
KEtika beliau duduk disampingku, beliau membaca  tasyahud dan bersabda, "Hai Aisyah! Telah sampai kepadaku berita, Jika engkau bersih dari tuduhan itu, Allah pasti akan membebaskanmu. Jika engkau memang bersih, mohon ampunlah kepada Allah dan bertobatlah kepada-Nya. Siapapun yang menyadari dosanya lalu bertobat, Allahpun akan menerima tobatnya." Setelah perkataan itu selesai diucapkan, air mataku pun susut.
"Ayah! Tolong aku jawab perkataan Rasulullah Saw!" pintaku kepada ayahku.
Ayahku menjawab, " Demi Allah ! Aku tidak tahu yang harus kukatakan kepada Rasulullah Saw."
"Demi Allah ! Akupun tidak tahu yang harus kukatakan kepada Rasulullah Saw." Terpaksalah aku sendiri yang menjawabnya. Ketika itu aku masih sangat muda dan belum banyak mengetahui isi Alqur'an.
" DEmi ALlah ! sekarang aku tahu bahwa engkau telah mendengar berita (mengenai tuduhan terhadap diriku) sehingga tertanam dalam diri engkau dan tampaknya engkau seperti membenarkannya. Walaupun aku mengatakan bahwa aku bersih dari tuduhan itu, engkau tentu tidak akan percaya kepadaku. Seandainya aku mengatakan bahwa aku memang bersalah dan berbuat dosa Demi Allah ! Dialah yang Mahatahu bahwa aku bersih- tentu engkau akan percaya kepadaku. Demi Allah ! Tidak aku ketahui contoh yang paling cocok dengan kejadian itu selain bapak Nabi Yusuf As (Nabi Yaqub As) yang berkata, " KEsabaran yang baik, itulah (kesbaranku). Allah sajalah tempat memohon pertolongan dari segala yang kamu ceritakan (Qs Yusuf:18)."
Kemudian aku berpaling dan berbaring di tempat tidurku. Allah SWT lah yang akan membersihkan nama baikku. Namun demi Allah, saat itu aku tidak menduga sama sekali Allah akan menurunkan wahyu yang berkaitan dengan perkara yang sedang aku hadapi. Sungguh terlalu hina diri ini untuk hal seperti itu (sebagai asbab turunnya ayat). Aku sendiri berharap semoga Rasulullah Saw bermimpi yang dengan mimpi itu Allah SWT menunjukkan kesucianku. Demi Allah ! Tidak pergi Rasulullah Saw meninggalkan tempat duduknya tidak seorang keluarga (ahlul bait)  keluar - kecuali Allah SWT telah menurunkan wahyu kepadanya.
Terlihat Nabi Saw seperti orang yang sedang memikul beban berat karena wahyu yang diturunkan kepadanya hingga beliau bersimpah peluh. Ketika wahyu telah turun, Rasulullah Saw pun tertawa. Kalimat yang mula - mula yang beliau ucapkan, " Wahai AIsyah Sungguh ALlah SWT telah menyatakan engkau benar-benar bersih (dari tuduhan itu)."
Ibukupun berkata kepadaku, " Bangunlah untuk menghadap kepada Beliau (Nabi Saw).
Aku menjawb, " Tidak! Aku tidak perlu menghadap kepadanya. Sesungguhnya aku tidak akan memuji siapapun selain Allah SWT.
Aisyah menyebutkan bunyi ayat itu, "Sesungguhnya ornag-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga." (Qs AN Nur: 11) sampai sepuluh ayat selanjutnya. ayat- ayat itu menyatakan kesucian diriku.
Abu Bakar Ra, Ayahku pun bersumpah, "Akulah yang menafkahi hidup Misthah bin Utsatsah karena kekerabatannya dan kefakirannya. Demi Allah! Aku tidak akan menafkahi Misthah lagi sesudah ini (menyebabkan berita bohong tentang Aisyah)."
KEmudian, turun lagi wahyu yang melarang bersumpah menghentikan bantuan kepada kerabat atau orang fakir.
Janganl;ah orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangandiantaramu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang - orang yang berhijrah di jalan Allah. Hendaknya mereka mamaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengmpunimu? (Ketahuilah) Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang." (QS an Nur: 22)
Berkata Abuk Bakar Ra, " Sungguh! DEmi Allah! AKu lebih suka Allah SWT mengampuni dosaku. " KEmudian, ia kembali menafkahi hidup Misthah bin Utsasah seperti sebelumnya dan berkata, " Aku tidak ingin menyusahkanmu meski hanya sekali."
Aisyah Ra pun berkata, " Sesungguhnya Rasulullah Saw sempat meminta Zainab binti Jahsy melakukan pekerjaanku, lalu beliau berkata kepada Zainab, " Apa yang kamu ketahui atau pernah kamu lihat (pada diri Aisyah Ra)."
Zainab Ra menjawab, " Ya rasulullah! Demi Allah Penciumanku, pendengaranku, dan penghlihatanku tidak mengetahui sedikitpun tentangnya kecuali hal yang baik-baik."
AIsyah Ra melanjutkan, " Ia (Zainab) termasuk isteri Nabi Saw yang membelaku. Allah SWT pun membersihkannya dengan sifat  wara'."
Aisyah Ra bercerita pula, " Saudara perempuan Zainab, Hamnah binti Jahsy, mengatakan (barangkali maksudnya ditujukan kepada penyebar fitnah, termasuk dirinya), " Hilang kekuasaan dari orang yang Allah SWT takdirkan hilang kekuasaannya."
BErkata Ibnu Syahab Ra tentang hal itu, " DEmikian itu adalah hadis tentang  ar Rahthu (tukang fitnah/penyebar  hadistul ifqi)."
Berkata Urwah Ra bahwa Aisyah Ra pernah bicara, " Demi Allah ! Sesungguhnya orang yang kepadanya dikabarkan berita itu, lalu mengucapkan  Subhanallah- demi Zat yang jiwaku ada di genggaman-Nya dan tidak menyebar berita tentangku (Aisyah Ra) kecuali ia anggap semua itu dusta, (Aisyah Ra menambahkan lagi) Jika ia meninggal sesudah itu, dianggap meninggal di jalan Allah SWT.

Back

Silahkan komentar dengan bijak dan sopan, salam silaturahmi