Kisah Keimanan di Tengah Kekafiran
Fir’aun, seperti dikisahkan di dalam Al-qur’an, adalah raja yang zalim. Ia suka bertindak sewenang-wenang, membunuh setiap anak laki- laki Bni Israil, memperbudak laki- laki dewasa Bani Israil, bahkan menganggap dirinya Tuhan yang paling Tinggi. Kezalimannya diakui banyak orang sehingga namanya dijadikan sebutan bagi setiap penguasa zalim sepanjang zaman.
Namun isterinya Fir’aun ini tidak lelah. Meskipun kisah isteri Fir’aun ini tidak banyak diceritakan, perannya dalam mengasuh nabi Musa As menjadi awal bagi kehancuran Fir’aun dan bala tentaranya. Meski demikian, semua itu tidak terlepad dari rekayasa allah SWT. Pertama-tama Allah SWT menakdirkan Fir’aun tidak dapat mempunyai anak melaluli isterinya itu.
Keinginan keduanya untuk mempunyai anakbegitu besar. Ketika pada suatu saat mereka sedang berada di tepian sungi NIL dan melihat ada seorang bayi yang hanyut, merekapun memungutnya tanpa menyadari bhawa bayi yang mereka pungut itu kelak menjadi musuh dan kesedihan bagi Fir’aun. Hal itu dikisahkan di dalam Al-qur’an
Dipungut ia oleh keluarga Fir’aun yang akibatnya ia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka (QS al Qashash:8).
Semua itu tidak terlepas dari keinginan isteri Fir’aun sebelumnya yang terus membujuk Fir’aun untuk menjadikan bayi yang mkereka pungut dari sungi Nil itu sebagai anak mereka. Padahal, Fir’aun sendiri cenderung untuk membunuhnya.
Berkatalah isteri fir’aun “ia dapat menjadi buah hati bagiku dan bagimu. Jnaganlah kamu membunuhnya. Mudah-mudahan ia bermanfaat bagi kita atau kita jadikan ia sebagai anak kita.” Adapun mereka tidak saar (bayi itu adalah Musa As.).(QS al Qashash:9).
Seiring dengan pertumbuhan Nabi Musa As dalam pengasuhan isteri Fir’aun dan penyusuan ibunya sendiri (baca kisah sebelumnya), terutama sekali ketika Nabi Musa As sudah kembali dari menuntut ilmu kepada Nabi Syu’aib As perubahan yang mendasar pada diri isteri Fir’aun. Perubahan itu dipengaruhi pula dengan perkembangan dakwah Nabi Musa As dan kezaliman Fir’aun yang semakin meningkat.
Meskipun hidup di lingkungan kerajaan Mesir yang meliputi wilayah yang sangat luas, segala keinginannya dapat terpenuhi, dan menyandang kedudukan sebagai isteri pembesar, semua itu tidak menghalangi kebenciannya terhadap kezaliman Fir’aun dan kecintaannya tehadap kebaikan dakwah Nabi Musa As. Sikap isteri Fir’aun yang menolak kezaliman suaminya dan perhatiannya kepada dakwah Nabi Musa As sebagai anak yang dibesarkannya sendiri ditunjukkan di dalam Alqur’an ayat berikut :
Allah menjadikan isteri Fir’aun sebagai perumpamaan bagi orang mukmin ketika ia berkata, “Ya Tuhanku! Bangunkanlah untukku rumah di sisi-Mu di dalam syurga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya. Selamatkan pula aku dari kaum yang zalim.”(QS at Tahrim: 11).
Begitulah kisah isteri Fir’aun. Ia adalah contoh perempuan mukminah yang menjaga keimanannya di tengah kekafiran yang mengelilinginya meskipun godaan kekafiran itu begitu kuat. Begitu pula selayaknya wanita muslimah zaman asekarang dalam menghadapi godaan dunia yang menghampirinya.
Back
Back
Silahkan komentar dengan bijak dan sopan, salam silaturahmi