Perjalanan Isra’ Mi’raj: Menerima Wahyu Shalat (bagian ke 2)




Pertanyaan berikutnya adalah mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam malu untuk meminta pengurangan jumlah shalat ketika telah menjadi lima waktu. Tapi beliau tidak bersikap demikian di angka sebelumnya?
Hal ini bisa jadi disebabkan beberapa hal:

Pertama: Jumlah shalat sebanyak lima waktu adalah keputusan akhir dari Allah Ta’ala sendiri. Karena di dalam hadits kisah isra’ dan mi’raj, Allah Ta’ala berfirman,
هِيَ خَمْسٌ، وَهِيَ خَمْسُونَ، لاَ يُبَدَّلُ القَوْلُ لَدَيَّ
“Shalat yang lima itu senilai dengan lima puluh. Tidak akan lagi berubah ketetapan-Ku.”
Jadi, ini adalah ketetapan final dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia tidak menetapkan putusan akhir ini di jumlah sebelumnya.

Kedua: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa Allah Ta’ala melipat-gandakan kebaikan dengan sepuluh kali lipat. Apabila Allah Ta’ala menetapkan lima puluh waktu pada awalnya, dan akhirnya menetapkan kewajiban tersebut hanya sebanyak lima waktu, Dia akan memberikan balasan seperti lima puluh waktu tersebut.

Ketiga: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melihat dalam mimpi bahwa ditetapkan untuk beliau dan umatnya shalat sebanyak lima waktu dalam sehari semalam. Sehingga beliau merasa malu kalau memaksakan perubahan setelah sebelumnya melihat tanda hal itu dalam mimpinya.
Hadits tentang mimpi beliau tersebut adalah:
قال أنس بن مالك رضي الله عنه: “فَاحْتَبَسَهُ فَلَمْ يَزَلْ يُرَدِّدُهُ مُوسَى إِلَى رَبِّهِ حَتَّى صَارَتْ إِلَى خَمْسِ صَلَوَاتٍ، ثُمَّ احْتَبَسَهُ مُوسَى عِنْدَ الخَمْسِ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ وَاللَّهِ لَقَدْ رَاوَدْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ قَوْمِي عَلَى أَدْنَى مِنْ هَذَا فَضَعُفُوا فَتَرَكُوهُ، فَأُمَّتُكَ أَضْعَفُ أَجْسَادًا وَقُلُوبًا وَأَبْدَانًا وَأَبْصَارًا وَأَسْمَاعًا؛ فَارْجِعْ فَلْيُخَفِّفْ عَنْكَ رَبُّكَ. كُلَّ ذَلِكَ يَلْتَفِتُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِلَى جِبْرِيلَ لِيُشِيرَ عَلَيْهِ، وَلاَ يَكْرَهُ ذَلِكَ جِبْرِيلُ، فَرَفَعَهُ عِنْدَ الخَامِسَةِ، فَقَالَ: يَا رَبِّ إِنَّ أُمَّتِي ضُعَفَاءُ أَجْسَادُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ وَأَسْمَاعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ وَأَبْدَانُهُمْ فَخَفِّفْ عَنَّا. فَقَالَ الجَبَّارُ: يَا مُحَمَّدُ. قَالَ: لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ. قَالَ: إِنَّهُ لاَ يُبَدَّلُ القَوْلُ لَدَيَّ، كَمَا فَرَضْتُهُ عَلَيْكَ فِي أُمِّ الكِتَابِ. قَالَ: فَكُلُّ حَسَنَةٍ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، فَهِيَ خَمْسُونَ فِي أُمِّ الكِتَابِ، وَهِيَ خَمْسٌ عَلَيْكَ. فَرَجَعَ إِلَى مُوسَى، فَقَالَ: كَيْفَ فَعَلْتَ؟ فَقَالَ: خَفَّفَ عَنَّا، أَعْطَانَا بِكُلِّ حَسَنَةٍ عَشْرَ أَمْثَالِهَا. قَالَ مُوسَى: قَدْ وَاللَّهِ رَاوَدْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ فَتَرَكُوهُ، ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَلْيُخَفِّفْ عَنْكَ أَيْضًا. قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: يَا مُوسَى، قَدْ وَاللَّهِ اسْتَحْيَيْتُ مِنْ رَبِّي مِمَّا اخْتَلَفْتُ إِلَيْهِ. قَالَ: فَاهْبِطْ بِاسْمِ اللهِ. قَالَ: وَاسْتَيْقَظَ وَهُوَ فِي مَسْجِدِ الحَرَامِ”.


Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu: “Nabi kembali bertemu Musa dan Musa menahannya, Musa terus-menerus membujuknya agar Nabi menegoisasi ulang kepada Rabbnya, sehingga Allah hanya mewajibkan lima kali shalat sehari-semalam. Musa kemudian menahannya ketika kewajiban shalat tinggal lima, Musa mengatakan, ‘Hai Muhammad, pernah aku membujuk Bani Israil, kaumku, untuk suatu yang lebih rendah daripada ini namun mereka meninggalkannya, padahal umatmu lebih lemah fisiknya, badannya, hatinya, pandangan dan pendengarannya, maka temuilah kembali Rabbmu agar Dia memberi keringanan.’ Dan atas semua instruksi itu, Nabi menoleh kepada Jibril untuk memberi saran, namun Jibril tidak membenci atas itu semua. Lantas Jibril kembali membawanya naik untuk kali kelima, lalu Nabi berkata, ‘Ya Rabb, umatku adalah orang-orang lemah fisiknya, hatinya, pendengarannya, pandangannya, dan badannya, maka berilah kami keringanan.’ Allah Yang Maha Jabbar menjawab, ‘Hai Muhammad! ‘ Nabi menjawab, ‘Aku penuhi panggilan-Mu.’ Allah meneruskan firman-Nya, ‘Sesungguhnya tidak ada lagi pergantian titah-Ku sebagaimana Aku wajibkan atasmu dalam ummul kitab.’ Allah meneruskan titah-Nya, setiap satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya, maka lima kali shalat itu tercatat lima puluh kali dalam ummul kitab, sekalipun hanya dilaksanakan lima kali olehmu.’ Maka Nabi kembali menemui Musa dan Musa bertanya, ‘Apa yang telah kamu lakukan? ‘ Nabi menjawab, ‘Allah betul-betul telah memberi kami keringanan, karena setiap kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya.’ Musa berkata, ‘Demi Allah, aku pernah membujuk bani israil untuk yang lebih remeh daripada itu namun mereka meninggalkannya, maka kembalilah kau temui Tuhanmu agar Dia memberi keringanan terhadapmu.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Hai Musa, demi Allah, aku telah malu kepada Tuhanku terhadap protes yang kulakukan terhadap-Nya.’ Musa pun berkata, ‘Baik kalau begitu, silahkan engkau turun dengan nama Allah.’ Maka Nabi bangun (tidur) yang ketika itu beliau di Masjidil Haram.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab at-Tauhid, 7079).

Keempat: Dalam salah satu riwayat disebutkan cara Allah memberi keringanan dari lima pulu waktu dengan menguranginya lima waktu kemudian menjadi empat puluh lima.
فَرَجَعْتُ إِلَى رَبِّي، فَقُلْتُ: يَا رَبِّ، خَفِّفْ عَلَى أُمَّتِي. فَحَطَّ عَنِّي خَمْسًا، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى، فَقُلْتُ: حَطَّ عَنِّي خَمْسًا. قَالَ: إِنَّ أُمَّتَكَ لَا يُطِيقُونَ ذَلِكَ، فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ. قَالَ: فَلَمْ أَزَلْ أَرْجِعُ بَيْنَ رَبِّي تَبَارَكَ وَتَعَالَى، وَبَيْنَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ حَتَّى قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّهُنَّ خَمْسُ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ”. مسلم: كتاب الإيمان، باب الإسراء برسول الله صلى الله عليه وسلم إلى السماوات وفرض الصلوات، (162).
“Aku kembali kepada Rabku seraya berkata, ‘Wahai Rab, berilah keringanan kepada umatku’. Lalu Allah mengurangkan lima waktu shalat dariku’. Lalu aku kembali kepada Nabi Musa dan berkata, ‘Allah telah mengurangkan lima waktu shalat dariku’. Nabi Musa berkata, ‘Umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi’. Beliau bersabda: “Aku masih saja bolak-balik antara Tuhanku dan Nabi Musa, sehingga Allah berfirman: ‘Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku fardukan lima waktu sehari semalam.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman, 162). 

Setelah itu dikurangi kembali lima waktu hingga menjadi empat puluh. Sampai akhirnya menjadi lima waktu. Kalau tersisa lima waktu, kemudian minta dikurangi kembali, sama saja hal ini meminta peniadaan ibadah shalat.

Kelima: Permasalahan ini terjadi atas ketetapan Allah Ta’ala. Ketika Nabi Musa ‘alaihissalam memberi saran, Nabi Muhammad menoleh kepada Jibril dan Jibril pun menyepakatinya. Sedangkan kita tahu para malaikat tidak pernah bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Artinya, Allah lah yang menghendaki hal ini terjadi. Hikmahnya telah kita sebutkan di tulisan sebelumnya. Allah ingin menunjukkan sebenarnya betapa ringannya ibadah shalat yang telah Dia wajibkan.

Inilah kisah tentang kewajiban shalat. Kisah ini di antara kisah teragung dalam sirah nabi. Shalat bukan semata-mata beban kewajiban. Hakikatnya, ibadah ini merupakan bentuk pemuliaan. Kita menjadi tahu kasih sayang-Nya pada kita. Dia memberikan suatu perintah yang terbaik untuk dunia dan akhirat kita. Dengan shalat, kita membaca Alquran, mendengar kalam-Nya yang berisi munajat, doa, perintah, larangan, dan lain-lain. Sebagai petunjuk untuk kehidupan duina dan akhirat kita. Karena itu, shalat merupakan anugerah yang sangat besar untuk kita.

Back

Sumber:
– https://islamstory.com/ar/artical/3406667/الصلاة-في-رحلة-المعراج


Silahkan komentar dengan bijak dan sopan, salam silaturahmi