Cerita Rakyat Riau
Pak Miskin terbangun dengan bingung. “Wahai, mimpi apa aku tadi? Kenapa kakek tadi menyuruhku pergi merakit?” kata pak Miskin dalam hati.
Hari masih pagi, ketika pak Miskin akhirnya memutuskan untuk mengikuti pesan si kakek.
Rantai emas yang berat itu menarik tubuh pak Miskin hingga terseret ke dalam sungai. Pak Miskin berusaha menarik rantai itu. Namun rantai itu malah melilitnya dan menyeretnya semakin dalam.
Pak Miskin yang kehabisan udara, gelagapan di dalam air. Dengan susah payah dia melepaskan diri dan kembali ke permukaan. Dengan nafas tersengal-sengal dilihatnya harta karunnya yang tenggelam ke dalam sungai. Dalam hati dia menyesal atas kebodohannya. Seandainya dia tidak terlalu serakah pasti kini hidupnya sudah berubah. Tapia pa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Dan pak Miskin pun pulang ke rumahnya dengan tangan hampa.
(SELESAI)
Alkisah di Riau pada jaman dahulu kala
hiduplah sepasang suami istri yang sangat miskin. Mereka hidup serba kekurangan
karena penghasilan mereka tidak bisa mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari.
Jangankan untuk membeli lauk pauk, untuk mendapatkan beras pun kadang-kadang
harus berhutang pada tetangga. Hidup mereka benar-benar memprihatinkan.
Suatu hari pak Miskin bermimpi. Seorang
kakek datang menemuinya dan memberikannya seutas tali.
“Hai Miskin! Besok pergilah merakit dan carilah sebuah mata
air di sungai Sepunjung!” kata si kakek yang kemudian menghilang.
Pak Miskin terbangun dengan bingung. “Wahai, mimpi apa aku tadi? Kenapa kakek tadi menyuruhku pergi merakit?” kata pak Miskin dalam hati.
Hari masih pagi, ketika pak Miskin akhirnya memutuskan untuk mengikuti pesan si kakek.
“Tidak ada salahnya mencoba. Siapa tahu aku mendapatkan
keberuntungan,” pikir pak Miskin.
Maka pergilah ia dengan menggunakan
perahu satu-satunya. Dia terus mendayung di sepanjang sungai sambil mencari
mata air yang dimaksud si kakek dalam mimpinya. Tidak berapa lama dilihatnya
riakan air di pinggir sungai pertanda bahwa di bawah sungai itu terdapat mata
air.
“Hmmm, mungkin ini mata air yang dimaksud,” pikir pak Miskin.
Dia menengok ke kanan dan ke kiri mencari
si kakek dalam mimpinya. Namun hingga lelah lehernya, si kakek tidak juga
kelihatan.
Ketika dia sudah mulai tidak sabar,
tiba-tiba muncullah seutas tali di samping perahunya. Tanpa pikir panjang
ditariknya tali tersebut. Ternyata di ujung tali itu terikat rantai yang
terbuat dari emas. Alangkah senangnya pak Miskin. Cepat-cepat ditariknya rantai
itu.
“Oh, ternyata benar, ini adalah hari keberuntunganku. Dengan
emas ini aku akan kaya!,” kata pak Miskin dengan gembira.
Dia menarik rantai itu dengan sekuat
tenaga dan mengumpulkan rantai tersebut di atas perahunya. Tiba-tiba terdengar
kicau seekor burung dari atas pohon: “Cepatlah potong tali itu dan kembalilah
pulang!”
Namun karena terlalu gembira, pak Miskin
tidak mengindahkan kicauan burung itu. Dia terus menarik rantai emas itu hingga
perahunya tidak kuat lagi menahan bebannya. Dan benar saja, beberapa saat
kemudian perahu itu miring dan kemudian terbalik bersama pak Miskin yang masih
memegang rantai emasnya.
Rantai emas yang berat itu menarik tubuh pak Miskin hingga terseret ke dalam sungai. Pak Miskin berusaha menarik rantai itu. Namun rantai itu malah melilitnya dan menyeretnya semakin dalam.
Pak Miskin yang kehabisan udara, gelagapan di dalam air. Dengan susah payah dia melepaskan diri dan kembali ke permukaan. Dengan nafas tersengal-sengal dilihatnya harta karunnya yang tenggelam ke dalam sungai. Dalam hati dia menyesal atas kebodohannya. Seandainya dia tidak terlalu serakah pasti kini hidupnya sudah berubah. Tapia pa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Dan pak Miskin pun pulang ke rumahnya dengan tangan hampa.
(SELESAI)
Silahkan komentar dengan bijak dan sopan, salam silaturahmi